Halaman
Minggu, 29 April 2018
Materi BAB IV "AJAL PASTI TIBA"
A.
Pengurusan Jenazah
1. Memandikan Jenazah
Mengurus jenazah orang Islam, merupakan fardu
kifayah, yaitu apabila sudah dikerjakan
oleh sebagian dari orang Islam yang lain, maka yang lainnya tidak berdosa, akan
tetapi apabila tidak seorang pun yang mengerjakan kewajiban tersebut, maka
semua orang Islam dalam satu kampung atau kawasan tersebut akan berdosa.
Memandikan jenazah adalah membersihkan dan mensucikan tubuh mayat dari segala
kotoran dan najis yang melekat dibadanya. Jika jenazah itu laki-laki, maka yang
memandikannya harus orang laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Demikian juga
jika jenazah itu wanita, maka yang memandikannya harus wanita, kecuali suami
dan mahramnya. Jika suami dan mahramnya semuanya ada, maka suami lebih berhak
memandikan istrinya, demikian juga istri dan mahramnya semuanya ada, maka istri
lebih berhak memandikan suaminya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa
jenazah yang akan dimandikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1.
Jenazah itu orang muslim atau muslimah.
2.
Badannya, anggota badannya masih ada sekalipun hanya sedikit atau
sebagian saja.
3.
Keadaan jasadnya masih utuh (belum rusak karena kematiannya sudah
terlalu lama)
4.
Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela Islam).
Karena orang
yang mati syahid seperti ini tidak boleh dimandikan. Hal sesuai dengan sabda
Nabi Saw.:
“Janganlah engkau memandikan mereka, karena
setiap luka atau setiap darah (yang menetes) akan berbau wangi kelak di hari
kiamat” (HR Imam Ahmad)
Di samping itu, selain tidak boleh dimandikan,
orang mati syahid juga tidak boleh disalatkan. Jenazahnya langsung dikafani dan
dikubur.memandikan jenazah
Orang yang memandikan jenazah hendaklah orang
yang jujur dan dapat dipercaya, agar hanya menceritakan hal-hal yang baik saja,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. yang artinya
:“Hendaklah yang memandikan jenazah-jenazah mu
itu orang-orang yang jujur dan dapat dipercaya.”(HR Ibnu Majah).
Adapun langkah-langkah dalam memandikan jenazah
sebagai berikut.
1.
Menyediakan air yang suci dan mensucikan, secukupnya dan mempersiapkan
perlengkapan mandi seperti handuk, sabun, wangi-wangian, kapur barus, sarung
tangan, dan peralatan lainnya.
2.
Ruangan untuk memandikan jenazah, adalah ruangan yang terlindung dari
pandangan orang banyak, dan yang berada pada ruangan itu hanyalah orang yang
akan memandikan dan sanak famili yang termasuk muhrim.
3.
Jenazah dibaringkan di tempat yang agak tinggi dan bersih, diselimuti
dengan kain agar tidak terbuka/terlihat auratnya.
4.
Setelah semuanya tersedia, jenazah diletakkan di tempat yang tertutup
dan tinggi seperti dipan atau balai-balai. Cukup orang yang memandikan dan yang
memandikan dan yang membantunya saja
yang berada di tempat tersebut.
5.
Jenazah diberikan pakaian basahan seperti sarung atau kain agar tetap
tertutup auratnya
dan mudah untuk memandikannya.
6.
Memasang kain sarung tangan bagi yang memandikan, kemudian memulai
membersihkan tubuh jenazah dari semua kotoran dan najis yang mungkin ada dan
melekat pada anggota badan mayat, termasuk kotoran yang ada pada kuku tangan
dan kaki. Untuk mengeluarkankotoran dari rongga tubuhnya dapat dilakukan dengan
cara menekan-nekan perutnya secara perlahan.
7. Disiram
dengan air dingin. Kalau dianggap perlu boleh memakai air hangat untuk
memudahkan dan mempecepat menghilangkan kotoran yangmasih melekat pada badan
mayat.
8.
Selama membersihkan badannya, sebaiknya air terus dialirkan mulai dari
bagian kepala ke bagian kaki.
9. Cara
menyiramnya, dimulai dari lambung sebelah kanan, kemudian lambung sebelah kiri,
terus ke punggung sampai ke ujung kedua kaki.
10. Setelah disiram merata ke seluruh badan,
kemudian memakai sabun mandi, digosok dengan pelan dan hati-hati. Kemudian
disiram lagi dengan air bersih sampai bersih.
11. Rambut kepala dan sela-sela jari tangan dan
kaki harus dibersihkan sampai benar-benar merata dan bersih.
12. Meratakan air ke seluruh badan mayat,
sedikitnya tiga kali atau lima kali atau kalau perlu lebih dari lima kali,
sesuai hadis nabi riwayat Al-Bukhori dan Muslim:
“Mandikanlah
jenazah-jenazah itu secara ganjil, tiga, lima, atau tujuh kali, bahkan lebih
jika kamu pandang perlu.”
1). Siraman terakhir dengan air bersih yang
telah dicampuri oleh wangi-wangian, misalnya kapur barus dan sebagainya.
2). Setelah semua badannya dianggap bersih,
yang terakhir adalah mayat diwudlukan dengan memenuhi rukun-rukun dan
sunnah-sunnahnya wudlu. Niatnya sebagai berikut:لاعت هل
ةيافكلا ضرف تيلما اذه ءضولا تيون
3). Setelah diwudlukan jenazah dikeringkan
dengan handuk yang bersih agar kain kafan tidak basah.
4). Sesuatu yang tercabut atau terlepas sewaktu
dimandikan, seperti rambut dan sebagainya, hendaklah disimpan dan diletakkan di
dalam kafan bersama dengan mayat itu.
Adapun jenazah yang tidak mungkin dimandikan karena
sesuatu hal misalnya terbakar, maka caranya cukup ditayamumkan sebagaimana
tayamun untuk Salat. Tata caranya sebagai berikut:
1.
Tebahkan tangan pada debu atau tanah yang suci, kemudian diusapkan pada
muka
2.
Tebahkan tangan pada debu atau tanah yang suci, kemudian diusapkan kedua
tangan sampai siku
3. Bagi
wanita yang meninggal yang di lingkungan laki-laki atau laki-laki meninggal di
kalangan perempuan, sedangkan orang yang sejenis tidak ada, maka cukup
ditayamumkan juga. Orang yang menayamumkan wajib menggunakan kain pelapis
beruapa kaus tangan.
2.
Mengafani Jenazah
Mengafani jenazah adalah membungkus jenazah
dengan kain. Kain kafan dibeli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak
meninggalkan harta, maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung
nafkahnya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada,
maka kain kafan menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.Mengafani jenazah
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah Saw. bersabda :
“Bilamana
seseorang diantara kamu mengafani (jenazah) saudaranya (sesama muslim)
hendaklah melakukan dengan baik”. (HR. Muslim).
a.
Ketentuan mengafani jenazah
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengafani jenazah:
1). Jenazah laki-laki disunnahkan kain kafannya
berlapis tiga, sedangkan jenazah perempuan berlapis lima.
“Dari Aisyah: “Rasulallah Saw., dikafani dengan
tiga lapis kain putih bersih yang terbikin dari kapas, tidak ada dalamnya baju
dan tiada pula sorban”(Muttafaq Alaih)
2). Kain kafan diusahakan berwarna putih
“Pakailah
olehmu kain kamu yang putih, karena sesungguhnya kain putih itu kain yang sebaik-baiknya,
dan kafanilah mayat kamu dengan kain putih itu.”(H.R Tirmidzi)
3). Mengafani jenazah janganlah
berlebih-lebihan
“Dari
Ali bin Abi Thalib:”Berkata Rasulallah Saw.: janganlah kamu berlebihlebihan
memilih kain yang mahal-mahal untuk kafan, karena sesungguhnya kafan itu akan
hancur dengan segera.”(H.R. Abu Dawud).
b. Cara
Mengafani Jenazah
Tata cara mengafani jenazah adalah sebagai
berikut.
1). Membentangkan kain-kain kafan yang telah
disediakan sebelumnya sehelai demi sehelai.
2). Kemudian menaburinya dengan wangi-wangian,
lembaran yang paling bawah hendaknya dibuat lebih lebar dan halus. Dibawah kain
itu, sebelumnya, telah dibentangkan tali pengikat sebanyak lima helai yaitu
masing-masing pada arah kepala, dada, punggung lutut dan tumit.
3). Setelah itu, secara perlahan-lahan mayat
diletakkan di atas kain-kain tersebut dalam posisi membujur, kalau mungkin
menaburi tubuhnya lagi dengan wangi-wangian.
4). Semua rongga badan yang terbuka, yaitu kedua
matanya (yang telah terpejam), dua lubang hidungnya, mulutnya, dua lubang
telinga, anggota sujud (kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan
kedua ujung jari jemari kaki), lipatan-lipatan badan seperti: ketiak, lutut
bagian belakang dan pusar ditutup dengan kapas yang telah diberi wangi-wangian pula.
5). Kedua tangan mayat itu diletakkan di atas
dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, persis seperti orang yang bersedekap
dalam salat.
6). Selanjutnya menyelimutkan kain kafan dengan
cara bagian kiri kain kafan pertama dilipatkan kearah kiri tubuh mayit.
Demikian halnya pada lembar kain selanjutnya.
7). Sisa (panjang) kafan di bagian kepala
dijadikan lebih banyak daripada di bagian kaki. Lalu sisa panjang kafan di
bagian kepala tadi dikumpulkan dan dilipatkan ke arah depan wajah. Demikian
pula sisa panjang kain bagian kaki dikumpulkan lalu dilipatkan ke arah depan kaki
8). Mayat laki-laki biasanya memakai tiga lapis
kain kafan tanpa baju dan tanpa tutp kepala.
9). Jika semua kain kafan telah membalut jasad
jenazah, baru diikat dengan tali-tali yang telah disiapkan di bawahnya.
10).
Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tutupkanlah
bagian auratnya. Bagian kaki yang terbuka boleh ditutup dengan rerumputan atau
daun kayu atau kertas dan semisalnya. Jika tidak ada kain kafan kecuali sekadar
untuk menutup auratnya saja, tutuplah dengan apa saja yang ada. Jika banyak
jenazah dan kain kafannya sedikit, boleh dikafankan dua atau tiga orang dalam
satu kain kafan. Kemudian, kuburkan dalam satu liang lahat.
Perlu diperhatikan bahwa yang paling utama saat
memandikan dan mengafani jenazah yaitu sambil
berzikir dan berdoa untuk jenazah.
3.
Menyalatkan Jenazah
Salat jenazah adalah salat yang dikerjakan
sebanyak 4 kali takbir dalam rangka mendoakan orang muslim yang sudah
meninggal. Jenazah yang disalatkan adalah jenazah yang telah dimandikan dan
dikafankan. Hukum melaksanakan salat jenazah adalah fardu kifayah, berdasarkan
hadis Nabi Saw. berikut:
“Dari Abu Hurairah R.A ia
mengatakan bahwa Rasulallah Saw. pernah berkata : Salatkanlah (jenazah)
sahabatmu”. (H.R. Muslim dan al-Bukhari)
Sebelum dimakamkan, jenazah dipersaksikan
kebaikannya sebagimana hadis Nabi Saw. yang artinya:
Dari Anas ra. Ia berkata : Ada sejumlah orang
(sahabat) melihat jenazah dan memujinya dengan kebaikan, maka Nabi Saw.
Bersabda: “Pasti”. Kemudian mereka melihat jenazah lain dan mereka mengungkapkan
keburukannya, maka beliau bersabda : “Pasti”. Maka Umar Bin Khathab ra. Bertanya
: “Apakah pasti itu?”. Beliau bersabda: “Mayit itu adalah kalian memujinya
dengan kebaikan, maka pastilah surga baginya, dan mayit itu adalah kalian
menuturkan keburukannya, maka pastilah neraka baginya. Kalian adalah para saksi
Allah di muka bumi.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
a.
Syarat Salat Jenazah:
1). Menutup aurat.
2). Suci dari hadas besar dan kecil.
3). Bersih badan, pakaian, dan tempat dari
najis.
4). Menghadap kiblat.
5).
Jenazah telah dimandikan dan dikafankan.
6). Letak jenazah di sebelah kiblat orang yang
mensalatkan kecuali salat gaib.
b. Rukun
Salat Jenazah:
1). Niat.
2). Berdiri bagi yang mampu.
3). Takbir empat kali.
4). Membaca surah Al-Fatihah.
5). Membaca solawat atas nabi.
6). Mendoakan mayat.
7). Mengucapkan salam.
c. Sunah
Salat Jenazah:
1). Mengangkat tangan pada tiap-tiap takbir
(empat takbir).
2). Merendahkan suara bacaan (sirr).
3). Membaca ta’awuz.
4). Disunakan banyak pengikutnya.
5). Memperbanyak shaf
d. Cara
melaksanakan Salat jenazah
Sebagimana disebutkan di atas bahwa Salat jenazah
sedapat mungkin dilakukan dengan cara
berjamaah, jika jenazah itu laki-laki maka imam mengambil posisi disamping kepala,
dan makmum mengambil tempat di belakangnya secara berbaris-baris. Jika jenazah
itu perempuan, maka imam berdiri di samping perutnya/pantatnya.Setelah imam dan
makmum mengambil posisi seperti ketentuan di atas, maka salat jenazah dilaksanakan
dengan empat kali takbir. Pada takbir pertama disertai dengan niat mensalatkan
jenazah ini empat kali takbir karena Allah.
e.
Membaca niat
Jenazah laki-laki:
Jenazah Perempuan:
Jenazah Ghaib:
f. Pada
takbir pertama membaca al-Fatihah
g. Pada
takbir kedua, membaca solawat atas Nabi (solawat Ibrahimiah)
atau sekurang-kurangnya membaca solawat:
“Ya Allah berilah shalawat atas Nabi Muhammad
SAW..”
h. Pada
takbir ketiga membaca doa:
“Ya
Allah Ampunilah dia, berilah rahmat dan sejahteralah dan maafkanlah ia”
i. Pada
takbir keempat membaca doa sebagai berikut:
“Ya
Allah janganlah engkau halangi kami memperoleh pahalanya dan janganlah engkau memberi
fitnah kepada kami sepeniggalnya dan ampunilah kami dan dia.”
j.
Membaca salam
Artinya :“Semoga keselamatan dan kerahmatan
tercurhkan kepada kalian semua”
4.
Mengantar Jenazah
Setelah disalatkan jenazah dibawa ke pemakaman,
posisi kepala jenazah di depan. Mengantar jenazah tidak selalu harus di
belakangnya, bahkan disunatkan di depan jenazah (mengawal). Ketika mengantar
jenazah hendaklah tidak ramai,berdesak-desakan, dan berlomba menjangkau keranda
jenazah, perilaku demikian termasuk bid’ah makruhah (perilaku yang
dimakruhkan).
Bersikaplah diam, tenang serta mengingat
tentang kematian dan kehidupan sesudah kematian. Akan lebih baik bertasbih dan
berzikir sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat. Dengan
berzikir kepada Allah Swt seraya membaca kalimat laa ilaha illallāh, tentunya
lebih baik dari pada berbicara atau bersenda gurau. Hal ini dikatakan oleh
Syekh Muhammad Bin Allan al Siddiqi dalam kitabnya al-Futuhat al-Rabbāniyyah
yang artinya :
“Telah menjadi tradisi daerah kami Zubait untuk
mengeraskan zikir di hadapan jenazah (ketika mengantar ke makam). Hal itu
dilakukan di hadapan para ulama, ahli fikih dan orangorang saleh. Kami telah
menyaksikan sendiri, ketika mengantarkan jenazah kebanyakan orang yang sibuk
dengan masalah bisnisnya, selalu membicarakan masalah keduniaan, dan tidak jarang
hal itu menjerumuskan mereka ke dalam gibah atau perkataan lain yang
diharamkan. Menurut hemat kami, mengisi pendengar mereka dengan zikir, yang
menyebabkan mereka tidak berbicara atau menyedikitkan pembicaraannya, adalah
lebih utama daripada membiarkan mereka bebas membicarakan masalah keduniaan.
Ini sesuai dengan kaidah syar’iyyah “Memilih yang lebih kecil mafsadahnya.”
Tidak ada bedanya apakah yang dibaca itu adalah zikir, tahlil, ataupun lainnya
(al-Futuhat al-Rabbāniyyah ‘ala al-Aẓkar
al nawawiyyah, jus IV, hal 183)
”dari Ibnu Umar ra. Ia berkata, “ Kami tidak pernah
mendengar dari Rosullah Saw. ketika beliau mengantar jenazah
kecuali beliau membaca
laa ilaha illallāh,
baik waktu berangkat
atau pulangnya” (Al Mizan al I’tidal fi Naqd al-Rijal, juz II, hal 572)
Membawa jenazah ke kubur hendaknya dilakukan dengan
segera dan ketika membawa atau memikul jenazah agar dipikul pada empat penjuru
keranda oleh empat orang di antara jama’ah dan boleh bergantian, dengan orang
yang lain. Sebagaimana sabda Nabi Saw.:
“Dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata : Siapa saja
mengantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda,
karena sesungguhnya yang seperti itu merupakan sunah dari Nabi Saw..” (HR.
Ibnu Majah).
Setelah dekat kubur sebaiknya membaca doa guna
menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat.
5.
Menguburkan Jenazah
Kewajiban selanjutnya ialah menguburkan
jenazah. Adapun tata cara penguburan jenazah adalah sebagai berikut.
1.
Dibuatkan liang kubur yang dalamnya sekurang-kurangnya kira-kira tidak
tercium bau busuk mayat itu dari atas kubur dan tidak dapat dibongkar oleh
binatang buas, karena maksud mengkuburkan mayat itu ialah menjaga kehormatan
mayat itu dan menjaga kesehatan orangorang yang ada di sekitar tempat itu
2.
Setelah jenazah sampai di kubur, kemudian jenazah dimasukkan ke dalam
liang kubur dan di tempatkan pada liang lahat dengan posisi miring ke kanan
sehingga jenazah menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah di liang lahat
agar membaca :
“Dengan menyebut nama Allah dan atas agama
Rasullullah”.( HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
3.
Kemudian seluruh tali pengikat jenazah dilepas, pipi kanan dan ujung kaki
di tempatkan pada tanah, dan agar posisi jenazah tidak bergerak atau berubah
hendaknya diberi ganjalan bulatan tanah.
4.
Selanjutnya jenazah ditutup dengan papan atau kayu, kemudian di atasnya
ditimbun tanah sampai liang kubur rata dan ditinggikan dari tanah biasa.
5.
Meletakkan tanda, bisa berupa papan kayu, batu, atau yang lainnya di
atas kubur dan menyiramkan air di atasnya.
6. Doa
Talkin Jenazah
Doa talkinadalah doa untuk mengingatkan dan
memantapkan ahli kubur, agar ketika ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nankir
dapat menjawab dengan lancar, benar, dan tidak gemetar. Membacakan doa
talkinkepada orang yang baru saja dikuburkan hukumnya adalah sunah. Sabagaimana
hadis Rasullullah Saw. :
“Dari Usman bahwa apabila
selesai mengubur jenazah, Nabi Saw. berdiri di depannya (depan kubur) dan
bersabda, “Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintakan pula agar dikuatkan
hatinya karena saat ini ia sedang ditanya”. (HR. Abu Dawud dan Hakim).
Doa talkin berisi antara lain:
a.
Pengagungan asma Allah.
b.
Mengingatkan adanya kematian.
c.
Mengingatkan adanya alam kubur (Barzah).
d.
Mengingatkan adanya siksa kubur.
e.
Mengingatkan adanya pertanyaan malikat Munkar dan Nankir.
f.
Mengingatkan adanya hari kebangkitan.
g.
Mengingatkan adanya hisab.
h.
Mengingatkan adanya syafaat Nabi Saw..
Dengan doa talkin kita berharap agar Allah
memberi ketetapan kepada ahli kubur dalam menghadapi pertanyaan Malaikat Munkar
dan Nankir. Selain
dasar hadits di atas, dasar dilaksanakanya doa talkin adalah hadits yang
diriwayatkan Abi Umamah, sebagai berikut :
“dari Abi Umamah r.a. beliau berkata, jika aku
kelak telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rasulullah Saw.
memperlakukan orang-orang yang wafat di antara kita. Rasulullah Saw.
memerintahkan kita, seraya bersabda, “ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia,
lalu kamu meratakan tanah di atas kuburannya, maka hendaklah salah satu
diantara kamu berdiri pada bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “wahai
fulan bin fulanah”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar
apa yang kamu ucapakan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang
yang menalqin) berkata lagi, “wahai fulan bin fulanah”, ketika itu juga
simayyit bangkit dan duduk dalam kuburnya.orang yang berada di atas kubur itu
berucap lagi,“wahai fulan bin fulanah”maka si mayit berucap “berilah kami
petunjuk, semoga Allah selalu memberi rahmat kepadamu”. Namun kamu tidak
merasakan (apa yang aku rasakan di sini)”. (karena itu) hendaklah orang yang
berdiri di atas kuburan itu berkata, “ingatlah sewaktu engkau keluar ke alam
dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Nabi
Muhammad hamba serta Rasul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau telah
ridha menjadikan Allah sebagai tuhanmu, Islam sebagai agamu, Muhammad sebagai
Nabimu, dan AlQur’an sebagai imam (penuntun jalan)mu. (Setelah dibacakan talkin
ini) malaikaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata,
“marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk (untuk bertanya) dimuka orang
yang dibackan talkin”. Abu Umamah kemudian berkata, “setelah itu ada seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. “wahai Rasullulah, bagaiman kalau
kita tidak mengenal ibunay? “Rasulullah menjawab, “(kalau seperti itu)
dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa”. (HR. Thabrani)
Doa talkin dapat
dilaksanakan dengan bahasa apapun, adapun lafadz doa talkin berbahasa arab yang
biasa praktikan dalam masyarakat di antaranya :
Dengan menyebut nama Alloh
yang maha pengasih lagi maha penyayang.Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa
tiada sekutu bagi-Nya, Pemilik kerajaan, dan bagi-Nya segala puji yang
menghidupkan dan mematikan,Dia hidup kekal, tidaklah mati,dengan kekuasaanNya
segala kebaikan, Dia berkuasa atas segala sesuatu. Setiap jiwa pasti merasakan
maut, dan bahwasanya kamu akan di sempurnakan pahalamu di hari kiamat, lalu
siapa saja yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam surga, itulah dia
yang beruntung. Tidak ada kehidupan dunia, kecuali kesenangan yang menipu.
Hai fulan… putra hamba
Allah,ingatlah janji yang kamu keluar atasnya dari dunia hingga akhirat, yaitu:
persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasul-Nya
Saw.
Ketahuilah, bahwasanya
mati adalah haq(sungguh terjadi/ada), adanya kubur adanya haq, kenikmatan dan
siksa di dalamnya adalah haq, pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir adalah haq,
kebangkitan darinya adalah haq, perhitungan (hisab) adalah haq, timbangan amal
(mizan) adalah haq, shirath adalah haq, surga dan neraka adalah haq, datangnya
hari kiamat tidak ada keraguan padanya, syafaat Nabi Muhammad Saw.. Adalah haq,
pertemuan dengan Allah bagi ahli-Nya
adalah haq dan
bahwasanya Allah akan
membangkitkan orang-orang yang
ada di dalam kubur.
Sekarang kamu berada di
alam barzah, alam antara dunia dan akhirat, maka ketika dating padamu dua
malaikat Munkar dan
Nakir yang di
tugaskan oleh Allah
mengunjungi kamu, janganlah kamu
terkejut ataupun gentar, karena keduanya adalah makhluk seperti kamu (dari sekian
banyak makhluk-makhluk Allah). Ketika mereka berdua bertanya kepada kamu:
•
Siapakah Tuhanmu?
•
Siapakah Nabimu?
• Apakah
agamamu?
• Apa
kiblatmu?
• Apa
pula pemimpinmu?
• Dan
siapakah saudara-saudaramu?
Maka jawablah dengan tegas dan jelas serta meyakinkan:
• Allah
adalah tuhanku
•
Muhammad adalah nabiku
• Islam
adalah agamaku
• Ka’bah
adalah kiblatku
• Kitab
Al-Qur’an adalah pemimpinku
• Dan kaum
muslimin, Muslimat, Mukminin Mukminat, adalah saudara-saudaraku.
Dan jawablah:
• Aku
rela bertuhan Allah
• Aku
rela Islam sebagai agamaku
• Aku rela
Muhammad nabiku dan rasul Allah.
Atas demikian kamu hidup, dan mati serta dihidupkan
kembali, Insya Allah kamu termasuk orangorang yang aman,selamat.
Semoga Allah mengokohkan kamu dengan ucapan yang tetap
(dua kalimat syahadat),3x. Allah mengokohkan orang-orang yang beriman
dengan ucapan yang kokoh (dua kalimat syahadat) dalam hidup dunia dan di
akhirat. Wahai jiwa yang tenang, pulanglah kehadirat Tuhanmu dengan gembira dan
diridhai, masuklah dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah pula ke dalam
surge-Ku.
Kuserahkan (ia) kepada-Mu, ya Allah. Ya Allah,
wahai Dzat yang menenteramkan segala yang sedang sendiri dan yang hadir tiada
pergi. Berilah ketenteraman (hiburan) dalam kesendiriannya dan kesendirian
kami, dalam keasingannya dan keasingan kami, ajarkan ia (tentang) alasan (jawaban
pertanyaan)nya, ampuni kami dan dia ya Allah, wahai Tuhan semesta alam. Maha
Suci Tuhanmu (Muhammad) Tuhan
Yang Maha Agung
dari apa yang mereka (orang-orang
kafir) sifatkan,dan semoga kesejahteraan terlimpah pada para utusan.
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam. Semoga Allah mengabulkan permohonan
kami. Al-Fatihah dengan niat terkabul…
(Baca surat al_Fatihah)
Setelah selesai doa talkin hendaklah sejumlah
orang tetap berada di sekitar kubur untuk mendoakan dengan doa tatsbit dan
maghfiroh sebagaimana sabda Rasulullah Saw.. :
Dari Utsman bin affan r.a. ia berkata: Adalah Nabi,
ketika telah selesai pemakaman mayit, maka beliau berdiri menghadap kubur dan
beliau bersabda: “Mohonkanlah pengampunan kepada Allah untuk saudara kalian
(ini) dan mohonlah untuknya keteguhan, karena ia sekarang ditanya”. (HR. Abu
Dawud)
Doa taṡbit dan permohonan maghfiroh sebagai
berikut:
Ya Allah, ampunilah ia dan rahmatilah ia pada
satu sisi. Ya Allah, mantapkanlah ia ketika ditanya (Munkar-Nakir) pada sisi
lain.
Adapun larangan yang berhubungan dengan
penguburan jenazah sebagai berikut :
1. Tidak
menguburkan jenazah pada 3 (tiga) waktu: ketika terbit matahari hingga naik,
ketika matahari di tengah-tengah, dan ketika matahari hampir terbenam hingga
betul-betul terbenam
2.
Menembok kubur secara berlebihan sehingga tidak memberi tempat bagi
jenazah yang lain.
3. Duduk
dan bermain di atas pusara
4.
Mendirikan bangunan rumah yang bukan diperuntukkan bagi peziarah.Rasulullah
Saw. bersabda:
Dari Jabir r.a. dia berkata “Bahwa Rasulullah
Saw. telah melarang menembok perkuburan atau duduk-duduk
di atasnya dan membuat rumah di atas perkuburan tersebut” (HR. Ahmad dan
Muslim).
5.
Membongkar kubur, kecuali ada kesalahan pada waktu penguburan, atau
kuburan itu sudah lama sehingga jasadnya sudah hancur sedangkan bekas makam itu
akan digunakan untuk kepentingan umum.
B. Nilai
Keadilan Dalam Waris
Bagi umat Islam melaksanakan
peraturan-peraturan syariat yang sudah jelas tertuang dalam al-Quran adalah hal
yang wajib, termasuk di dalamnya adalah soal pembagian waris. Islam mengatur
persoalan waris ini sangat adil, tidak seperti dalam aturan-aturan waris pada umat-umat
agama yang dahulu. Di antara kebaikan dan keadilan aturan waris dalam Islam
yang pertama, wasiat itu tidak boleh lebih dari satu per tiga harta
peninggalan, dengan maksud supaya tidak merugikan ahli waris yang lain, kedua tidak
mengistimewakan kepada salah satu macam pewaris saja, ketigatidak menutup
bagian untuk anak-anak yang belum dewasa dan perempuan untuk menerima harta
peninggalan dan kebaikan aturan yang lainnya.
1.
Pengertian Waris dan Dasar Hukumnya
Kata waris dalam bahasa Arab disebut faraiḍyang
artinya bagian yang telah dipastikan kadarnya. Kata faridhoh menurut bahasa
mempunyai banyak arti antara lain : takdir (suatu ketentuan), qaṭ’u (ketetapan
yang pasti), inzal (menurunkan), tabyin (penjelasan) dan iḥlal (menghalalkan).
Allah Swt berfiman dalam Q.S an- Nisa ayat 11:
“Allah mensyari’atkan bagimu
tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo
harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibubapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudar.a. maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu
dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Nabi
Mumahammad bersabda yang
artinya : “Bagilah
harta pusaka antara
ahli-ahli warismenurut kitabullah
(al-Quran).” (H.R Muslim dan Abu Dawud)
Dari dalil al-Quran dan hadis di atas dapat disimpulkan
bahwa pembagian harta waris itu harus mengacu pada aturan agama.
Rosullullah Saw. memerintahkan belajar dan mengajarkan
ilmu waris (faraiḍ) agar tidak terjadi perselisihan dalam membagikan harta
warisan, disebabkan tidak adanya ahli ulama faraiḍ sebagaimana sabdanya yang
artinya: “Pelajarilah Al-Quran dan ajarkannya kepada orang-orang dan
pelajarilah ilmu faraiḍ serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena
saya adalah orang yang bakal direnggut (mati), sedang ilmu itu bakal diangkat.
Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka
mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang snggup memfatwakannya kepada
mereka.” (HR. Ahmad, an-Nasai dan ad-Daruquthny)
Perintah Rasullullah Saw. tersebut merupakan
perintah wajib atau fardu, hanya saja kewajiban belajar dan mengajarkannya itu
akan gugur bila sudah ada sebagian orang yang telah melaksanakannya. Tetapi
jika tidak ada seorangpun yang mau belajar seluruh umat Islam semuanya akan
menanggung dosa.
2. Harta
warisan
Sebelum harta warisan dibagikan, maka harus
dikeluarkan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dengan si mayit, antara lain
sebagai berikut:
1. Biaya
perawatan jenazah, meliputi biaya gali kubur, pembelian kain kafan,
pengangkutan dan juga termasuk sewa kuburan bagi yang tinggal di kota besar.
2.
Melunasi hutang piutangnya, seorang muslim yang masih mempunyai
tanggungan hutang sampai ia meninggal, maka ahli waris wajib menyelesaikan
hutangnya dengan harta peninggalan. Jika tidak memiliki harta, tetap merupakan
kewajiban ahli waris.
3. Melaksanakan
wasiat, yang dimaksud dengan wasiat adalah pesan tentang sesuatu kebaikan untuk
dilaksanakan. Wasiat harus diselesaikan sebelum pembagian warisan dan besarnya wasiat
tidak boleh lebih dari 1/3 harta waris.
4.
Membagi harta waris kepada yang berhak, setelah semua urusan di atas
diselesaikan, jika masih
tersisa harta waris, maka pembagian harta waris tersebut harus di atur menurut
faraiḍ(hukum waris) dengan penuh persaudaraan dan bijaksana. Jika ahli waris
sudah dewasa hendaknya diselesaikan pembagiannya sampai tuntas. Jika ada yang
masih kecil, maka harta tersebut dikuasakan kepada orang yang sudah dewasa dan
amanah.
3.
Sebab-sebab menerima atau tidak menerima harta warisan
a.
Sebab-sebab menerima harta warisan
1). Hubungan keturunan, seperti anak, cucu,
bapak, ibu dan sebagainya
2). Hubungan perkawinan, yaitu suami atau
isteri
3). Hubungan pemerdekaan budak
4). Hubungan agama.
b.
Sebab-sebab tidak menerima harta warisan
1). Membunuh. Orang yang membunuh keluarganya
tidak berhak menerima warisan dari orang yang dibunuhnya itu.
2). Perbedaan Agama
3). Murtad
4). Perbudakan
4.
Penggolongan Ahli Waris
a. Ahli
Waris laki-laki berjumlah 15 macam, yaitu :
1). Anak
laki-laki
2). Cucu
laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3).
Bapak
4).
Kakek dari bapak dan seterusnya ke atas
5).
Saudara laki-laki sekandung
6).
Saudara laki-laki sebapak
7).
Saudara laki-laki seibu
8). Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9). Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10). Paman sekandung
11). Paman sebapak
12). Anak laki-laki paman sekandung
13). Anak laki-laki paman sebapak
14). Suami
15). Orang laki-laki yang memerdekakan mayat
Catatan: Jika ahli waris laki-laki ada
semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah Bapak, anak laki-lakidan
suami
b. Ahli
waris perempuan berjumlah 10 macam, yaitu :
1). Anak
perempuan
2). Cucu
perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3). Ibu
4). Ibu
dari bapak
5). Ibu
dari ibu
6).
Saudara perempuan sekandung
7).
Saudara perempuan sebapak
8).
Saudara perempuan seibu
9).
Isteri
10). Orang perempuan yang memerdekakan mayat
Catatan: Jika ahli waris perempuan ada semuanya,
maka yang berhak menerima warisan adalah
: Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Ibu, Isteri dan Saudara perempuan sekandung.
c. Jika
ahli waris laki-laki dan perempuan ada semuanya, maka yang berhak menerima
warisan adalah Bapak, Ibu, Anak laki-laki, Anak perempuan, dan suami atau isteri.
d.
Pembagian dalam harta warisan terdiri ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3, dan
aṣabah
5.
Tujuan dan Hikmah Pembagian Warisan
Setiap aturan yang ditetapkan Allah Swt.
pastilah mempunyai hikmah dan itu merupakan kemaslahatan manusia sendiri.
Syari’at waris diturunkan untuk memberikan pengaturan bagi manusia dan
memberikan rasa adil. Di antara tujuan dan hikmah waris adalah:
a.
Kewajiban dan hak keluarga mayit teratur dan dihormati. Kewajiban untuk
mengurus hak-hak ada si mayit : mengurus jenazah, melaksanakan wasiat dan menyelesaikan
utang piutang serta hak keluarga mayit yakni menerima harta warisan.
b.
Menghindari perselisihan antar ahli waris atau keluargamayit yang
ditinggalkan. Menjaga silaturahmi keluarga dari ancaman perpecahanyang
disebabkan harta warisan serta memberikan rasa aman dan adil.
c.
Terjaganya harta warisan hingga sampai kepada individuyang berhak
menerima harta warisan. Memberikan legalitas atas kepemilikan hartawarisan.
Adapun tentang perbedaan bagian waris untuk
laki-laki dan perempuan, yang sebagian orang menganggap
sebagai suatu ketidak adilan. Hal itu karena beberapa sistem yang diatur oleh
syariat, yaitu:
a. Kaum
wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dan keperluannya, dan dalam hal
nafkahnya kaum wanita wajib diberi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya,
atau siapa saja yang mampu di antara kaum laki-laki kerabatnya.
b. Kaum
wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapapun di dunia ini.
Sebaliknya, kaum lelakilah yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada
keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk memberi
nafkah dari kerabatnya.
c.
Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum
wanita. Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki
harta jauh lebih besar dan
banyak dibandingkan kaum wanita.
d. Kaum
laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat tinggal
baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Dan ketika telah dikaruniai
anak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan, dan papan.
e.
Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk istri)
dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki. Sementara
kaum wanita tidaklah demikian.
Kendatipun hukum Islam telah menetapkan bahwa bagian
kaumlaki-laki dua kali lipat lebih besar daripada bagian kaum wanita, Islam
telahmenyelimuti kaum wanita dengan rahmat dan keutamaannya, berupa memberikan
hakwaris kepada kaum wanita melebihi apa yang digambarkan. Dengan demikian,
tampaksecara jelas bahwa kaum wanita justru lebih banyak mengenyam kenikmatan
danlebih enak dibandingkan kaum laki-laki. Sebab, kaum wanita sama-sama
menerima hak waris sebagaimana halnya kaum laki-laki, namun mereka tidak
terbebani dantidak berkewajiban untuk menanggung nafkah keluarga. Artinya,
kaum wanitaberhak untuk mendapatkan hak waris, tetapi tidak memiliki kewajiban
untukmengeluarkan nafkah.
Langganan:
Postingan (Atom)
Entri yang Diunggulkan
Postingan Populer
-
A.Makanan Halal 1.Pengertian Makanan Halal Makanan halal adalah makanan yang boleh dikonsumsi oleh manusia menurut syariat isla...
-
A. Penyembelihan Binatang 1. Pengertian Penyembelihan Sembelihan dalam istilah fikih disebut al-Żakah yang bermakna baik atau suci. D...
-
Pengertian Puasa Kata puasa dalam bahasa Arab disebut Shaum atau Shiyam, artinya secara bahasa adalah “menahan”. Definisi puasa dalam syar...